Pendidikan Berkualitas Itu, Bagaimana?

Pendidikan Berkualitas itu, Bagaimana? - Kata “kualitas’ atau mutu dapat diartikan sebagai tingkatan baik buruknya atau derajat sesuatu. Namun demikian definisi ini masih bersifat abstrak. Apalagi digabung dengan kata pendidikan berkualitas.

Lalu bagaimana pendidikan berkualitas itu? Apa ukuran untuk menyatakan baik buruknya atau derajat kualitas suatu pendidikan?

Masyarakat sering menyebut istilah kualitas pendidikan atau pendidikan berkualitas tersebut melalui pembicaraan atau percakapan tertentu. Bahkan di media internet ini juga sering kita temui. 

Oleh pemerintah, salah satu tolok ukur atau standardisasi kualitas pendidikan dinyatakan dengan perolehan nilai evaluasi murni (NEM). Nilai ini diambil melalui ujian nasional (UN).

Jika nilai rata-rata NEM sekolah tinggi, maka dikatakan sekolah itu berkualitas tinggi. Atau pendidikan berkualitas itu tercermin dari perolehan NEM siswa pada tingkat terakhir setiap jenjang pendidikan. 

Akan tetapi, pemahaman terhadap kualitas pendidikan seperti ini belum bersifat komprehensif. Mutu pendidikan cenderung hanya dilihat dalam satu ranah kognitif (intelektual) semata. Atau dengan kata lain dipandang dalam aspek nilai akademis belaka.

Di tingkat sekolah, selain dari NEM lulusan, kualitas pendidikan juga diindikasikan dengan jumlah lulusannya diterima di sekolah favorit atau perguruan tinggi ternama. 

Semakin banyak lulusannya diterima di suatu jenjang pendidikan berikutnya semakin bermutu pendidikan di sekolah itu. 
Baca : Indikator Kualitas Sekolah
Idealnya, pendidikan berkualitas itu dimaknai secara komprehensif. Tidak hanya dalam ranah kognitif semata, namun juga mengedepankan matra sikap dan tingkah laku serta keterampilan motorik yang memadai. 

Perburuan untuk memperoleh rata-rata NEM yang bagus, itu boleh-boleh saja. Kalau perlu siswa kelas tingkat terakhir pada suatu sekolah lebih banyak membahas soal-soal UN, dan sering try-out dari semester awal.

Akan tetapi segala bentuk upaya tersebut tidak sampai membuat kondisi psikologis siswa menjadi tertekan. Pembelajaran masih perlu bersifat imbang dan proporsional antara intelektual, sikap dan tingkah laku serta keterampilan motorik. 

Sikap dan tingkah laku menjadi sasaran utama pembentukan nilai karakter kepribadian peserta didik. Siswa diharapkan memiliki budi pekerti yang baik di samping ilmu pengetahuan dan kecakapan hidup.

Pelurusan makna kualitas pendidikan masih perlu dilakukan melalui sistem pendidikan yang berlaku dan kebijakan-kebijakan pemerintah daerah. Jika tidak, dunia pendidikan hanya akan melahirkan orang-orang yang cerdas di otak. 

Orang pintar sangat dibutuhkan namun lebih penting lagi orang-orang yang berbudi pekerti mulia dan memiliki kecakapan hidup.***